BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa
ini telah dilakukan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran
di SD. Kurikulum 2013 menggunakan modus pembelajaran langsung ( direct
instructional ) dan tidak langsung ( indirect instructional ). Kondisi
pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik
dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Kondisi
pembelajaran pada saat ini juga diharapkan diarahkan agar peserta didik mampu
merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah
dengan menjawab saja.
Untuk
memaksimalkan proses pembelajaran baik pembelajaran langsung maupun tidak
langsung dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat.
Kemendikbud memberikan acuan bahwa dalam menerapkan kurikulum 2013 di kelas
dapat diterapkan dengan pendekatan saintifik. Pertanyaannya adalah apakah yang
dimaksud dengan pendekatan saintifik dan seberapa efektifkah pendekatan
saintifik dapat memberikan dampak perubahan yang besar dalam pembelajaran?
Oleh
karena itu penulis mengangkat tema yang berkaitan dengan pendekatan saintifik
dalam pembelaran tematik terpadu pada kurikulum 2013 dengan judul “Pendekatan
Saintifik”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi pokok permasalahan
dalam makalah ini adalah :
1. Apa
pengertian pendekatan saintifik ?
2. Bagaimana
pendekatan ilmiah dan non-ilmiah dalam pembelajaran ?
3. Bagaimana
peristiwa / kondisi pembelajaran ?
4. Apa
langkah-langkah pembelajaran dalam pendekatan ilmiah ?
5. Apa
contoh penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran ?
1.3 Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini agar mahasiswa dapat mendeskripsikan :
1. Pengertian
Pendekatan Saintifik.
2. Pendekatan
Ilmiah dan Non-ilmiah dalam Pembelajaran.
3. Peristiwa
/ Kondisi Pembelajaran.
4. Langkah-langkah
Pembelajaran dalam Pendekatan Ilmiah.
5. Contoh
Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pendekatan Saintifik
Pembelajaran
tematik terpadu menggunakan salah satu model pembelajaran menurut robin fogarti
(dalam Abdul, 2014: 193) yaitu model jaringan laba – laba (webbed model). Model
ini berangkat dari pendekatan tematis sebagai acuan dasar bahan dan kegiatan
pembelajaran. Tema yang dibuat dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam
mata pelajaran tertentu maupun antar mata pelajaran.
Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan – pendekatan saintifik. Hal ini dimaksud
untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami
berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal
darimana saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.
Pendekatan
pembelajaran ilmiah (dalam Abdul, 2014 : 195) menekankan pada pentingnya
kolaborasi dan kerjasama di antara peserta didik dalam menyelesaikan setiap
permasalahan dalam pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada standar proses
dimana pembelajarannya diciptakan suasana yang memuat eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi, juga dengan mengedepankan kondisi peserta didik yang berprilaku
ilmiah dengan bersama-sama diajak mengamati, menanya, menalar, merumuskan,
menyimpulkan dan mengomunikasikan, sehingga peserta didik akan dapat dengan
benar menguasai materi yang dipelajarinya dengan baik.
Metode
ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dalam kajian spesifik dan detailnya
untuk kemudian merumuskan simpulan umum.
Untuk dapat disebut ilmiah metode pencarian (method of inquiry) harus
berbasis pada bukti - bukti dari objek yang dapat di observasi, empiris, dan
terukur dengan prinsip- prinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena itu metode
ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi
atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis kemudian
memformulasi, dan menguji hipotesis, modul diklat kurikulum 2013 (dalam Abdul,
2014: 196).
Menurut
Faisal (2014 : 48) terdapat dua jenis kebenaran, yaitu kebenaran yang bersumber
dari Tuhan Yang Maha Esa dan kebenaran yang bersumber dari ilmu pengetahuan.
Kebenaran jenis pertama disebut juga kebenaran ilahiah, sedangkan kebenaran
jenis kedua disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran ilahiah bersifat absolut,
berlaku pada semua kondisi, tidak terikat waktu dan tempat. Kebenaran yang
pertama ini diperoleh dari wahyu Ilahiah yang dapat ditemukan dalam kitab-kitab
agama samawi. Oleh karena itu, kebenaran tipe pertama ini diperoleh melalui
pendekatan keagamaan ( religiusitas ). Adapun kebenaran jenis kedua lebih
bersifat kebenaran metodologis. Kebenaran tipe ini diperoleh melalui penelitian
terhadap gejala alam dengan menggunakan metode ilmiah, yaitu suatu kajian
terhadap gejala alam yang dilakukan secara sistematis, terkontrol, empiris, dan
kritis terhadap proposisi-proposisi hipotesis tentang hubungan yang
diperkirakan terdapat antar gejala alam. Dengan kata lain, kebenaran ilmiah
merupakan kebenaran yang diperoleh melalui pendekatan saintifik. Oleh sebab
itu, kebenaran ilmiah bersifat kondisional, terikat pada ruang dan waktu, serta
dapat berubah sesuai dengan perubahan metodologi.
Pendekatan
saintifik (dalam Faisal, 2014 : 49) merupakan suatu pendekatan yang digunakan
dalam pembelajaran dengan menitikberatkan pada penggunaan metode ilmiah dalam
proses pembelajaran. Hal ini didasari pada esensi pembelajaran yang
sesungguhnya merupakn sebuah proses ilmiah yang dilakukan oleh siswa dan guru.
Pendekatan ini diharapkan dapat membuat siswa berpikir ilmiah, logis, kritis,
dan objektif sesuai dengan fakta yang ada. De Vito ( dalam Faisal, 2014 : 49 )
juga menjelaskan bahwa pendekatan saintifik adalah pendekatan pembelajaran yang
memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah sekaligus
terkembangkannya sense of inquiry dan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Selanjutnya, Partin (dalam Faisal, 2014 : 49) juga menjelaskan bahwa pendekatan
saintifik merupakan dasar-dasar dari sebuah riset yang memungkinkan siswa
mengumpulkan data dengan objektif untuk memecahkan permasalahan. Oleh sebab
itu, pendekatan saintifik sering juga disebut sebagai pendekatan induktif. Hal
ini disebabkan karena pendekatan saintifik dimulai dari hal-hal yang bersifat
spesifik ke simpulan yang bersifat general.
Melihat
paparan di atas, yang menjadi titik tekan secara umum dalam pendekatan
saintifik adalah “proses” mencapai hasil akhir tertentu, bukan justru tertuju
pada hasil akhir yang telah diperoleh.
Pendekatan
saintifik tidak hanya dapat diterapkan pada semua bidang keilmuan selain itu,
hal yang terpenting dalam pendekatan saintifik adalah dapat membentuk siswa
mempunyai domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang seimbang dan utuh
sesuai dengan tuntutan pendidikan abad 21.
Berdasarkan
batasan pengertian pendekatan saintifik di atas, dapat ditentukan beberapa
ciri-ciri pendekatan saintifik (dalam Faisal, 2014 : 50) sebagai berikut :
1. Sistematis
Sistematis
adalah kegiatan yang menggunakan pendekatan saintifik dan harus berlangsung
secara sistematis. Antara satu tahap dengan tahap berikutnya memiliki hubungan
pendasaran, tidak boleh di bolak balikkan.
2. Terkontrol
Terkontrol
adalah pelaksanaan setiap tahap yang harus dapat dikendalikan. Antara tahap
memulai dan mangakhiri dan tahap pertama yang selanjutnya di ikuti pelaksanaan
tahap berikutnya harus dapat dikendalikan, artinya, dapat dikontrol capaian
setiap tahapannya dan juga akumulasi semua tahapan pelaksanaan.
3. Empirik
Empirik
adalah kegiatan yang harus di dasari hasil pengamatan.
4. Kritis
Kritis
adalah hasil kegiatan ilmiah yang dilakukan para saintis tidaklah merupakan
sesuatu yang hadir di ruang hampa. Satu kegiatan ilmiah atau saintifik memiliki
hubungan yang erat dengan kegiatan ilmiah atau saintifik lainnya. Maka kegiatan
saintifik berikutnya haruslah dilakukan telaah terhadap proposisi-proposisi
ilmiah yang telah ditemukan sebelumnya.
2.2
Pendekatan Ilmiah dan Non-ilmiah dalam Pembelajaran
Menurut
Sudarwan (dalam Muhammad, 2014 : 83), pendekatan saintifik bercirikan
penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan
tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus
dilaksanakan dengan dipandu nilai – nilai, prinsip – prinsip atau kriteria
ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria sebagai
berikut:
·
Substansi atau materi pembelajaran
berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau
penalaran tertentu; bukan sebatas kira- kira, khayalan, legenda, atau dongeng
semata.
·
Penjelasan guru, respon peserta didik,
dan interaksi edukatif guru- peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-
merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berfikir
logis.
·
Mendorong dan menginspirasi peserta
didik berfikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi,
memahami dan memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi
pembelajaran.
·
Mendorong dan menginspirasi peserta
didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional
dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
·
Berbasis pada konsep, teori dan fakta
empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.
·
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara
sederhana dan jelas, namun menarik system penyajiannya.
Proses
pembelajaran (dalam Abdul, 2014: 197) harus terhindar dari sifat–sifat atau
nilai-nilai non ilmiah yang meliputi intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan
melalui coba–coba, dan asal berfikir kritis.
1. Intuisi
Intuisi
sering dimaknai sebagai kecakapan
praktis yang kemunculannya bersifat irasional dan individual. Intuisi juga
bermakna kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki oleh seseorang atas dasar
pengalaman dan kecakapannya . istilah ini sering juga dipahami sebagai
penilaian terhadap sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara cepat dan
berjalan secara sendirinya. Kemampuan intuitif itu biasanya didapat secara
cepat tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari.
2. Akal
Sehat
Guru
dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran
karena memang hal itu dapat menunjukkan ranah sikap, keterampilan dan
pengetahuan yang benar. Namun demikian, jika guru dan peserta didik hanya
semata- mata hanya menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkan mereka dalam
proses dan pencapaian tujuan pembelajaran.
3. Prasangka
Sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata- mata atas dasar akal sehat
(common sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan seseorang (guru, peserta
didik dan sejeninya) yang menjadi pelakunya, seringkali mereka menggeneralisasi
hal – hal khusus menjadi terlalu luas.
Hal
ini yang menyebabkan penggunaan akal sehat berubah menjadi prasangka atau
pemikiran skeptic. Bberfikir skeptic atau prasangka itu memang penting jika
diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah menjadi pransangka buruk atau sikap
tidak percaya jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan peserta didik.
4. Penemuan
Coba – coba
Tindakan
atau aksi coba- coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang bermakna.
Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan cara coba –
coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tidak
bersistematika baku. Tentu saja tidakan coba- coba itu ada manfaatnya bahkan
mampu mendorong kreatifitas. Oleh karena itu, kalau memang tindakan coba- coba
ini akan dilakukan, harus disertai dengan pencatatan atas setiap tindakan,
sampai dengan menemukan kepastian jawaban.
5. Berfikir
Kritis
Kemampuan
berfikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya menera yang normal hingga
genius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki
oleh orang yang berpendidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya pemikirannya
dipercaya benar oleh banyak orang. Tentu saja hasil pemikirannya itu tidak
semua benar karena bukan berdasarkan hasil eksperimen yang valid dan reliable.
Pendapatnya itu hanya didasari atas pemikiran logis semata.
2.3
Peristiwa / Kondisi Pembelajaran
Dick
dan Carey (dalam Abdul, 2014 : 199) menyebutkan “sembilan peristiwa dalam
mengajar” dari Gagne yang merupakan serangkaian kegiatan eksternal mengajar
yang mendukung proses pembelajaran internal. Teori mengajar dari Gagne
memperkenalkan tiga komponen utamanya, yaitu : kategori belajar (domain),
kondisi pembelajaran, dan sembilan peristiwa dalam belajar.
Agar
dapat mewujudkan pembelajaran yang efektif, kegiatan pembelajaran harus
ditujukan untuk mempengaruhi proses pembelajaran internal. Gagne percaya bahwa
mengajar adalah “serangkaian peristiwa eksternal yang secara sadar / sengaja
dirancang untuk mendukung proses pembelajaran internal”, dan perlu diperhatikan
jenis kejadian / peristiwa apa yang dapat memberikan dukungan tersebut. Berikut
adalah daftar urutan peristiwa pembelajaran dari Gagne (dalam Abdul, 2014: 200),
yaitu :
·
Mendapatkan
perhatian.
·
Menginformasikan
tujuan pembelajaran kepada peserta didik.
·
Rangsangan
mengingat kembali sebelum belajar.
·
Menyajikan
materi.
·
Memberikan
bimbingan belajar.
·
Memunculkan
kinerja.
·
Memberikan umpan
balik mengenai ketepatan kinerja.
·
Menilai kinerja.
·
Meningkatkan
retensi dan transfer.
Kesembilan peristiwa belajar tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Mandapatkan Perhatian
Ada
berbagai macam teknik yang dapat digunakan untuk memperoleh perhatian peserta
didik, antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis perangkat
untuk mendapatkan perhatian, seperti pemotongan cepat dalam video. Namun, cara
terbaik untuk mendapatkan perhatian adalah bagaimana menarik perhatian peserta
didik. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan
menyelidik seperti, “menurut kamu, apa yang menyebabkan daun gugur dari
pohon?”.
Mendapatkan
perhatian berkaitan langsung dengan konsep motivasi. Guru mengetahui dengan
baik semua kesulitan yang dihadapi dalam memotivasi siswa agar memiliki minat terhadap
pengajaran yang diberikan. John Keller telah mencoba untuk menjelaskan hal ini
dengan mengembangkan model Motivasi ARCS yang merupakan singkatan dari :
A = Attention = Perhatian.
R = Relevance = Relevan.
C = Confidence = Keyakinan.
S= Satisfaction = Kepuasan.
Model
ARCS adalah metode untuk meningkatkan daya tarik motivasional dari bahan ajar.
Model ini didasarkan pada penelitian yang berkaitan dengan motivasi yang
menunjukkan bahwa seseorang termotivasi untuk terlibat dalam suatu kegiatan
jika dianggap berhubungan dengan pemuasan kebutuhan pribadinya, dan jika ada
harapan positive untuk sukses. Menurut Keller (1988), keempat kondisi tersebut
harus dipenuhi agar orang-orang menjadi tetap termotivasi.
a.
Perhatian
Mendapatkan
perhatian siswa merupakan persyaratan untuk belajar. Anda harus memperhatikan
bagaimana untuk mendapatkan dan mempertahankan perhatian. Mendapatkan perhatian
biasanya mudah, tetapi mempertahankan bisa jadi sulit.
b.
Relevansi
Ini
terkait dengan bagaimana membuat pengajaran menjadi relevan dengan kebutuhan
peserta didik dimasa kini dan masa depan. Tidak cukup anda memberi tahu
murid-murid, “kalian akan membutuhkan ini dimasa depan”. Banyak siswa,
khususnya yang lebih muda, tidak peduli dengan kebutuhan masa depan sehingga
anda harus mencari cara untuk membuat pengajaran anda tampak relevan dengan
kebutuhan mereka saat ini.
c.
Keyakinan
Keyakinan
dapat mempengaruhi ketekunan dan prestasi peserta didik. Orang yang percaya
diri cenderung untuk mengakui kesuksesan mereka karena kemampuan dan usaha,
bukan karena keberuntungan, dan percaya bahwa mereka dapat mencapai tujuan
melalui tindakan mereka. Sebaliknya, orang yang tidak percaya diri memiliki
rasa takut gagal yang lebih besar. Perlu digunakan berbagai strategi untuk
mengesankan peserta didik sehingga lebih berusaha agar mereka dapat berhasil.
d.
Kepuasan
Hal
ini membuat orang merasa baik / senang dengan prestasi mereka. Orang akan
merasa lebih percaya diri jika mereka dibuat sadar akan tugas dan hadiah dari
kesuksesan, dan jika jadwal penguatan yang sesuai digunakan. Ini juga penting
untuk membuat siswa merasa bahwa mereka memiliki kontrol atas perilaku yang
mengarah kepada reward.
Jika
keempat kondisi terpenuhi, seseorang dapat berasumsi telah membuat upaya yang
wajar untuk memperoleh dan mempertahankan motivasi peserta didik mereka. Dalam
rangka memenuhi empat kondisi tersebut, kita harus menyadari kebutuhan dan
minat dari peserta didik.
2.
Memberitahukan Tujuan Pembelajaran kepada Peserta
Didik
Siswa
harus diberitahu jenis kinerja yang akan digunakan untuk menentukan apakah
mereka telah belajar apa yang seharusnya mereka pelajari. Dalam beberapa kasus
mungkin tidak perlu secara khusus menginformasikan peserta didik mengenai
tujuan pembelajaran karena mereka sudah mengetahuinya (misalnya, pelajaran
teknis). Namun, dalam banyak kasus, hal tersebut perlu dilakukan untuk
menjelaskan kepada peserta didik apa yang mereka harus upayakan untuk
dipelajari. Sebagai contoh, jika siswa belajar UUD 1945, mereka harus mampu
menghafal pembukaan, atau mereka harus mampu menyatakan pokok-pokok utamanya.
3.
Merangsang Pengulangan Kembali Prasyarat Belajar
Menurut
teori pemrosesan informasi kognitif, pembelajaran yang paling baru tergantung
pada hubungan yang dibuat dengan pelajaran sebelumnya. Misalnya, konsep-konsep dan
aturan tertentu harus dipelajari sebelumnya agar dapat mempelajari hal-hal baru
yang lebih tinggi tingkatannya. Ketika pembelajaran baru akan segera dilakukan,
informasi sebelumnya yang relevan harus dapat diakses secara internal sehingga
dapat dijadikan bagian dari peristiwa belajar. Aksesibilitas ini dipastikan
dengan dimilikinya informasi-informasi sebelumnya yang dapat diingat kembali
sesaat sebelum menyajikan informasi baru. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan tentang apa yang telah diketahui atau mengulang kembali.
4.
Menyajikan Material Ajar
Peristiwa
ini terjadi ketika informasi yang baru disajikan kepada peserta didik.
Misalnya, jika peserta didik harus belajar serangkaian fakta maka fakta-fakta
tersebut harus dikomunikasikan kepada mereka dalam berbagai bentuk. Jika mereka
harus belajar keterampilan motorik, keterampilan tersebut harus dilakukan. Hal
ini penting bahwa ransangan yang tepat disajikan sebagai bagian dari peristiwa
pembelajaran. Misalnya, jika anda ingin peserta didik mampu untuk menjawab
pertanyaan yang disampaikan secara lisan dalam bahasa inggris, anda tidak perlu
memberikan pertanyaan dalam bahasa indonesia atau menuliskannya dalam bahasa
inggris. Jika anda tidak menggunakan rangsangan yang tepat, anda mungkin berakhir
pada mengajarkan keterampilan yang salah.
Keberadaan
stimulus seringkali menekankan ciri-ciri yang mendorong peserta didik untuk
memilih apa yang anda inginkan kemudian memperhatikannya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan huruf miring, cetak tebal, menggaris bawahi, atau
gambar dengan panah atau lingkaran atau menyorotinya. Kehadiran stimulus untuk
pembelajaran konsep dan aturan memerlukan penggunaan berbagai contoh.
5.
Menyediakan Bimbingan Belajar
Bimbingan
belajar biasanya berupa bentuk komunikasi antara guru dan siswa yang dapat
membantu membimbing peserta didik untuk pencapaian tujuan. Komunikasi ini
merangsang arah pemikiran dan membantu menjaga peserta didik berada pada proses
pembelajaran yang mengarah ke situasi belajar yang lebih efisien. Satu-satunya
tujuan dari bimbingan belajar adalah untuk membantu dalam proses pembelajaran,
dan untuk memastikan kemajuan siswa dari satu keadaan ke keadaan yang lain.
Dalam memberikan bantuan tersebut tidak termasuk didalamnya memberikan jawaban
kepada peserta didik, melainkan menunjukkan garis pemikiran yang mungkin akan
mengarah pada hasil yang diinginkan. Hindarilah menghadirkan informasi
sebagaimana apa adanya, yang perlu anda benar-benar coba lakukan adalah
memfasilitasi pembelajaran.
6.
Membangun Kinerja (Praktik)
Peristiwa
selanjutnya memungkinkan peserta didik untuk berkomuniaksi dengan guru mengenai
apakah mereka bisa atau tidak melakukan keterampilan yang telah mereka coba
pelajari. Hal ini dilakukan dengan menyediakan latihan praktik bagi peserta
didik. Biasanya, praktik awal dilakukan dengan menggunakan contoh yang sama
dengan keterampilan yang ditunjukkan peserta didik. Hal ini diikuti oleh lebih
banyak contoh yang berbeda dari aslinya. Semua item praktik harus sesuai dengan
kinerja dan kondisi yang ditunjukkan dalam tujuan pembelajaran anda.
Item
praktik yang baik harus mencakup unsur-unsur berikut :
·
Harus secara
jelas menentukan format praktik dan sifat respon siswa.
·
Harus relevan
dengan tujuan.
·
Harus
mendapatkan kinerja yang tepat sesuai dengan yang dinyatakan dalam tujuan.
·
Harus
menghadirkan ketentuan yang tepat sebagaimana dinyatakan dalam tujuan.
·
Praktik secara
individual maupun kelompok perlu dilakukan.
·
Praktik harus
diberikan sesering dan segera setelah instruksi diberikan.
7.
Memberikan Umpan Balik.
Peserta
didik tidak hanya perlu dibekali dengan latihan praktik, mereka harus diberi
umpan balik tentang kinerja mereka. Umpan balik dapat berbentuk lisan,
tertulis, komputerisasi, atau diberikan dalam bentuk lain. Terlepas dari bentuk
yang anda pilih, umpan balik harus menginformasikan peserta didik tentang
tingkat ketepatan dalam kinerja mereka sehingga mereka dapat memperbaiki upaya
berikutnya. Hal ini juga harus diberikan sesegera mungkin setelah kinerja
ditunjukkan. Umpan balik yang baik harus mencakup unsur-unsur berikut :
·
Harus memberikan
komentar tentang kinerja peserta didik.
·
Harus diberikan
sesegera dan sesering mungkin.
·
Jika
memungkinkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoreksi kesalahan
mereka sendiri.
·
Harus
mempertimbangkan berbagai jenis umpan balik : pengetahuan tentang hasil,
pengetahuan tentang hasil yang benar, analisis (yang berkaitan dengan
kriteria), pemberian motivasi (reinforcement).
8.
Menilai Kinerja
Dalam
peristiwa kedelapan, anda memunculkan kinerja dari peserta didik untuk
menentukan apakah pembelajaran yang diinginkan telah terjadi. Siswa dinilai
untuk menentukan apakah instruksi tersebut telah memenuhi rencana tujuan, dan
juga untuk mengetahui apakah setiap siswa telah mencapai tujuan yang
diinginkan. Sekarang anda harus menentukan nama dari jenis penilaian yang akan
anda gunakan dan bagaimana akan mengadministrasikannya. Perlu diingat bahwa
penilaian anda harus sesuai dengan tujuan yang direncanakan sehingga memberikan
penilaian yang akurat.
9.
Meningkatkan Retensi dan Transfer
Banyak
orang merasa bahwa ketika tes selesai begitu juga pembelajaran. Namun, sebagai
langkah terakhir adalah penting mengetahui cara-cara untuk meningkatkan peluang
bahwa keterampilan yang telah diajarkan akan digunakan dengan baik oleh peserta
didik ketika mereka menggunakannya diluar konteks pembelajaran. Peserta didik
mungkin dapat mengingat pengetahuan dan keterampilan baru didalam kelas, tetapi
bagaimana ketika mereka masuk kedunia nyata?
Karena
belajar pada umumnya merupakan situasi khusus, cara terbaik untuk membantu
dalam retensi dan transfer adalah menyediakan konteks yang berarti untuk
menyajikan pengajaran. Jika keterampilan yang harus dipelajari merupakan
keterampilan yang digunakan dalam dunia nyata, cobalah untuk menciptakan sebuah
“ruang kelas” lingkungan belajar yang mendekati konteks dunia nyata sedekat
mungkin sehingga ketika peserta didik masuk kedunia nyata, perubahan tidak akan
terlalu besar. Dari bahasan mengenai peristiwa pembelajaran dari Gagne, bisa
mencatat bagaimana masing-masing dari peristiwa berkaitan dengan proses
pembelajaran internal.
Peristiwa
Pengajaran
|
Hubungan
dengan Proses Pembelajaran
|
1. Mendapatkan perhatian.
|
Penerimaan
pola impuls / rangsangan saraf.
|
2. Menginformasikan tujuan kepada siswa.
|
Mengaktifkan proses
kontrol.
|
3. Merangsang mengingat kembali sebelum
belajar.
|
Mengulang
kembali pembelajaran sebelumnya agar ingatan bekerja.
|
4. Menyajikan materi.
|
Menekankan
ciri-ciri untuk persepsi selektif.
|
5. Memberikan bimbingan belajar.
|
Pengodean
semantik ; isyarat untuk mengulang kembali.
|
6. Memunculkan kinerja.
|
Mengaktifkan
pengorganisasian respons.
|
7. Memberi umpan balik mengenai perbaikan
kinerja.
|
Membangun
reinforcement / penguatan.
|
8. Menilai kinerja.
|
Mengaktifkan
retrieval ; memungkinkan penggunaan penguatan.
|
9. Meningkatkan retensi dan transfer.
|
Memberikan
isyarat dan strategi untuk retrieval.
|
2.4
Langkah-langkah Pembelajaran dalam Pendekatan Ilmiah
Menurut
L. Partin (Faisal, 2014, 52) langkah-langkah pendekatan saintifik terdiri dari
empat bagian, yaitu :
1. Menetapkan
Masalah
Awal
pembelajaran, permasalahan yang di angkat perlu di definisikan dengan baik.
Enstein mengatakan bahwa apabila masalah dapat didefinisikan dengan baik
berarti sudah setengah permasalahan dapat dipecahkan.
2. Membuat
Hipotesis
Jawaban
yang potensial diperkirakan setelah mengumpulkan data-dat mengenai
permasalahan. Tahap ini mencoba menerapkan ilmu-ilmu baru yang berhubungan
dengan masalah yang ditangani,mengobservasi, menguji teori, dan melakukan
riset-riset awal.
3. Menguji
Hipotesis
Eksperimen
dirancang dan dilaksanakan untuk menentukan apakah hipotesis mampu memecahkan
masalah atau tidak.
4. Menarik
Simpulan
Simpulan
dicapai untuk menentukan apakah hipotesis benar atau salah. Hasil-hasil riset
biasanya ditampilkan sebagai artikel-artikel riset dalam bentuk statistik
probalitas, dimana hasil-hasil yang diperoleh bisa terjadi karena adanya
kesempatan.
Bahwa
pendekatan saintifik pada dasarnya merujuk kepada pendekatan yang dikembangkan
oleh Francis Bacon (Faisal, 2014 : 52). Pendekatan saintifik tersebut mempunyai
langkah-langkah, yaitu :
1. Mengidentifikasi
masalah ( dari fakta yang ditemukan di lingkungan ).
2. Mengumpulkan
data yang sesuai dengan permasalahan yang ditemukan.
3. Memilah
data yang sesuai dengan permasalahan.
4. Merumuskan
hipotesis ( dugaan ilmiah yang menjelaskan data dan permasalahan yang ada,
sehingga dapat menentukan langkah penyelesaian masalah lebih lanjut ).
5. Menguji
hipotesis dengan mencari data yang lebih faktual ( mengadakan eksperimen ).
6. Menguji
keakuratan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya supaya bisa menentukan
tindakan terhadap hipotesis tersebut ( mengkonfirmasi, memodifikasi, ataupun
menolak hipotesis ).
Apabila
ditelaah lebih lanjut, maksud dari setiap langkah yang diberikan sebenarnya
hampir bersamaan, hanya saja cara pengungkapannya yang berbeda. Dalam hal ini,
Tytler (Faisal, 2014 : 53) mengatakan bahwa setiap pendekatan mempunyai
langkah-langkah tertentu, namun mempunyai tujuan yang sama, yaitu :
a. Menggali
gagasan siswa.
b. Mengadakan
klarifikasi dan perluasan terhadap gagasan tersebut.
c. Merefleksikannya
secara eksplisit.
Pendekatan
ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi
mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan mencipta
untuk semua mata pelajaran.
Berikut
adalah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran :
1.
Mengamati
Menurut
Samatowa (Faisal, 2014 : 56), kegiatan mengamati merupakan keterampilan dasar
yang harus dimiliki oleh setiap siswa dalam melakukan penyelidikan ilmiah (the
basic of all scientific inquiry is observation). Proses mengamati dapat
dilakukan dengan indera, tetapi tidak menutup kemungkinan pengamatan dilakukan
dengan menggunakan alat, misalnya termometer, timbangan atau mikroskop.
Selanjutnya
Samatowa juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa indikator seseorang dalam
mengamati, antara lain :
a. Menggunakan
indera secara aman dan sesuai.
b. Mengenali
perbedaan dan persamaan objek atau kejadian.
c. Mengenali
urutan kegiatan.
d. Mengamati
suatu objek atau kejadian secara detail.
Mengamati
mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Kegiatan
mengamati memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara
nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Kegiatan
mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan
yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak
terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Kegiatan
mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Sehingga
proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan mengamati siswa
menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi
pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan
mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah berikut
:
a. Menentukan
objek yang akan diobservasi.
b. Membuat
pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan di observasi.
c. Menentukan
secara jelas data-data apa yang perlu di observasi, baik primer maupun
sekunder.
d. Menentukan
dimana tempat objek yang akan di observasi.
e. Menentukan
secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar
berjalan mudah dan lancar.
f. Menentukan
cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku
catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta
didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk
keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut.
Menurut
Faisal (2014 : 57) kegiatan mengamati dalam proses pembelajaran meniscayakan
keterlibatan siswa secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami
bentuk keterlibatan siswa dalam pengamatan tersebut.
a. Pengamatan
biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan
pembelajaran, peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan
observasi (complete observer). Disini peserta didik sama sekali tidak
melibatkan diri dengan pelaku, objek atau situasi yang diamati.
b. Pengamatan
terkendali (controlled observation). Seperti halnya observasi biasa, pada
observasi terkendali untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik sama sekali
tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek atau situasi yang diamati. Mereka
juga tidak memiliki hubungan apapun dengan pelaku, objek atau situasi yang
diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi
terkendali pelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi
yang dikhususkan. Oleh karena itu, pada pembelajaran dengan observasi
terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau
objek yang diobservasi.
c. Pengamatan
partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta
didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati.
Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim dilakukan dalam penelitian
antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini mengharuskan peserta
didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di
bidang pengajaran bahasa, misalnya dengan menggunakan pendekatan ini berarti
peserta didik hadir dan “bermukim” langsung ditempat subjek atau komunitas
tertentu dan pada waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau dialek
setempat, termasuk melibatkan diri secara langsung dalam situasi kehidupan
mereka.
Menurut
Faisal (2014 : 57) selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan
observasi dengan dua cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu :
a) Observasi
Berstruktur
Pada
observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek, objek,
atau situasi apa yang ingin diobeservasi oleh peserta didik telah direncanakan
secara sistematis di bawah bimbingan guru.
b) Observasi
Tidak Berstruktur
Pada
observasi tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan
secara baku atau rigid mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik.
Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat
dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang
diobservasi.
Praktik
observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru
melengkapi diri dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti : 1)
tape recorder, untuk merekam pembicaraan; 2) kamera, untuk merekam objek atau
kegiatan secara visual; 3) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau
secara audio-visual; dan 4) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara
lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat
berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal
(anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device).
Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek,
atau faktor-faktor yang akan diobservasi. Skala rentang, berupa alat untuk
mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotal berupa catatan
yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa
yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanikal berupa
alat mekanik yang dapat dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa
tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.
Prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi
pembelajaran (dalam Faisal, 2014 : 60) adalah sebagai berikut :
a. Cermat,
objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk
kepentingan pembelajaran.
b. Banyak
atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi
yang diobservasi. Makin banyak dan heterogen subjek, objek atau situasi yang
diobservasi, makin sulit kegiatan observasi itu dilakukan. Sebelum observasi
dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara
dan prosedur pengamatan.
c. Guru
dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam dan
sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
Dalam
kegiatan mengamati (Abdul, 2014 : 214), guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat,
menyimak, mendengar dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
2.
Menanya
Menurut
Hanafiah dan Cucu Suhana (Faisal, 2014 : 60) menanya merupakan proses
pembelajaran yang dilakukan siswa yang diawali dengan proses bertanya. Proses
bertanya yang dilakukan siswa sebenarnya merupakan proses berpikir yang
dilakukan siswa dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupannya. Selanjutnya
Hanafiah dan Cucu Suhana juga menjelaskan bahwa proses menanya begitu berati
dalam rangka :
a. Membangun
perhatian (attention building)
b. Membangun
minat (interest building)
c. Membangun
motivasi (motivation building)
d. Membangun
sikap (attitude building)
e. Membangun
rasa keingintahuan (curiusity building)
f. Membangkitkan
interaksi antar siswa dan guru
g. Membangun
interaksi antara siswa dengan lingkungannya secara kontekstual.
h. Membangun
lebih banyak lagi pertanyaan yang dilakukan siswa dalam rangka menggali dan
menemukan lebih banyak informasi (pengetahuan) dan keterampilan yang diperoleh
oleh siswa.
Guru
harus mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan
ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada
saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik.
Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong
asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Berbeda
dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pernyataan di maksudkan
untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam
bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan
keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan misalnya : Apakah
ciri-ciri kalimat yang efektif ? Bentuk pernyataan, misalnya : Sebutkan
ciri-ciri kalimat efektif?
Kegiatan
menanya mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pembelajaran saintifik.
Adapun fungsi dari kegiatan menanya (dalam Faisal, 2014 : 61) antara lain
sebagai berikut :
a. Membangkitkan
rasa ingin tahu, minat dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau
topik pembelajaran.
b. Mendorong
dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan
pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
c. Mendiagnosis
kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan rancangan untuk mencari
solusinya.
d. Menstrukturkan
tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan
sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang
diberikan.
e. Membangkitkan
keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi
jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
f. Mendorong
partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan
berpikir, dan menarik kesimpulan.
g. Membangun
sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan,
memperkaya kosakata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup
berkelompok.
h. Membiasakan
peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespons persoalan
yang tiba-tiba muncul.
i. Melatih
kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama
lain.
Turney
(Abdul, 2014 : 216) mengindentifikasi 12 fungsi pertanyaan antara lain:
a.
Membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang
suatu topik.
b.
Memusatkan perhatian pada masalah tertentu.
c.
Menggalakkan penerapan belajar aktif.
d.
Merangsang siswa memberikan pertanyaan sendiri.
e.
Menstrukturkan tugas-tugas hingga kegiatan belajar
dapat berlangsung secara maksimal.
f.
Mendiagnosis kesulitan belajar siswa.
g.
Mengomunikasikan dan merealisasikan bahwa semua siswa
harus terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
h.
Menyediakan kesempatan bagi siswa untuk
mendemonstrasikan pemahamannya tentang informasi yang diberikan.
i.
Melibatkan siswa dalam memanfaatkan kesimpulan yang
dapat mendorong mengembangkan proses berpikir.
j.
Mengembangkan kebiasaan menanggapi pernyataan teman
atau pernyataan guru.
k.
Memberi kesempatan untuk belajar berdiskusi.
l.
Menyatakan perasaan dan pikiran yang murni kepada
siswa.
Ada beberapa
kriteria pertanyaan yang baik (dalam Abdul, 2014 : 217) antara lain :
a.
Singkat dan jelas
b.
Menginspirasi jawaban
c.
Memiliki fokus
d.
Bersifat probing atau divergen
e.
Bersifat validatif atau penguatan
f.
Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang
g.
Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif
h.
Merangsang proses interaksi
Abdul (2014
: 220) menyebutkan pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta
didik untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pula. Guru harus memahami
kualitas pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang
akan disentuh, mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot
pertanyaan yang menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang
lebih tinggi disajikan sebagai berikut :
Tingkatan
|
Subtingkatan
|
Kata-Kata
Kunci Pertanyaan
|
Kognitif tingkat lebih rendah
|
Pengetahuan (knowledge)
|
Apa ...
Siapa ...
Kapan ...
Di mana ...
Sebutkan ...
Jodohkan / pasangkan ...
Persamaan kata ...
Golongkan ...
Berilah nama ...
dan lain-lain ...
|
|
Pemahaman (comprehension)
|
Terangkanlah ...
Bedakanlah ...
Terjemahkanlah ...
Simpulkan ...
Bandingkan ...
Ubahlah ...
Berikanlah interpretasi ...
|
|
Penerapan (application)
|
Gunakanlah ...
Tunjukanlah...
Buatlah ...
Demontrasikanlah...
Carilah hubungan ...
Tulislah contoh ...
Siapkanlah ...
Klasifikasikanlah...
|
Kognitif yang lebih tinggi
|
Analisis
|
Analisislah ...
Kemukakan bukti-bukti ...
Mengapa ...
Identifikasi ...
Tunjukanlah sebabnya ...
Berilah alasan-alasan ...
|
|
Sintesis
|
Ramalkanlah ...
Bentuk ...
Buatlah / ciptakanlah ...
Susunlah ...
|
|
|
Rancanglah ...
Tulislah ...
Bagaimana memecahkan ...
Apa yang terjadi seandainya ...
Bagaimana kita dapat memperbaiki ...
Kembangkan ...
|
|
Evaluasi
|
Berikanlah pendapat anda ...
Alternatif mana yang lebih baik ...
Setujukah anda ...
Kritiklah ...
Berilah alasan ...
Nilailah ...
Bandingkan ...
Bedakanlah ...
|
Sumber :
Modul Dilat Kurikulum 2013
3.
Menalar
1)
Esensi
Menalar
Menalar
(dalam Abdul, 2014 : 223) adalah salah satu istilah dalam kerangka proses
pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk
menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik
tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif
daripada guru. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, walaupun
penalaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah
menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan
dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Oleh
karena itu, aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013
dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi pada pembelajaran merujuk pada
kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa
untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer
peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan
peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak
berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.
Proses
itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari perspektif psikologi, asosiasi
merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari
kesamaan antara pikiran atau pendekatan dalam ruang dan waktu.
Menurut
teori asosiasi (dalam Abdul, 2014 : 224), proses pembelajaran akan berhasil
secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta
didik. Pola interaksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori
ini dikembangkan berdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal
dengan teori asosiasi yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Rsepons (S-R).
Menurut Thorndike proses pembelajaran (lebih khusus lagi proses belajar)
peserta didik terjadi secara perlahan atau inkremental / bertahap, bukan secara
tiba-tiba.
Thorndike
(dalam Abdul, 2014 : 224) mengemukakan berapa hukum dalam proses pembelajaran :
a. Hukum
efek (The Law of Effect), di mana intensitas hubungan antara stimulus (S) dan
respons (R) selama proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh konsekuensi dari
hubungan yang terjadi. jika akibat dari hubungan S-R itu dirasa menyenangkan,
perilaku peserta didik akan mengalami penguatan. Sebaliknya, jika akibat
hubungan S-R dirasa tidak menyenangkan , perilaku peserta didik akan melemah.
Menurut thorndike, efek dari reward (akibat yang menyenangkan) jauh lebih besar
dalam memperkuat perilaku peserta didik dibandingkan efek punishment (akibat
yang tidak menyenangkan) dalam memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa
reward akan meningkatkan perilaku peserta didik, tetapi punishment belum tentu
akan mengurangi atau menghilangkan perilakunya.
b. Hukum
latihan (The Law of Exercise). Awalnya hukum ini terdiri dari dua jenis, yang
setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut oleh Thorndike karena dia menyadari bahwa
latihan saja tidak dapat memperkuat atau membentuk perilaku. Pertama, Law of
use yaitu hubungan antara S-R akan semakin kuat jika sering digunakan atau
berulang-ulang. Kedua, Law of Disuse, yaitu hubungan antara S-R akan semakin
lemah jika tidak dilatih atau berulang-ulang. Menurut Thorndike, perilaku dapat
dibentuk dengan menggunakan penguatan (reinforcement). Memang, latihan berulang
tetap dapat diberikan, tetapi yang terpenting adalah individu menyadari
konsekuensi perilakunya.
c. Hukum
kesiapan (The Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah
sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dipelajari
tergantung pada kesiapan individunya. Dalam proses pembelajaran, hal ini
bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan siap dan belajar dilakukan, maka
mereka akan merasa puas. Sebaliknya, jika peserta didik dalam keadaan tidak
siap dan belajar terpaksa dilakukan, mereka akan merasa tidak puas bahkan
mengalami frustasi.
Prinsip-prinsip
dasar dari Thorndike kemudian diperluas oleh B.F Skinner (dalam Abdul, 2014 :
225) dalam Operant Conditioning atau pelaziman / pengondisian operan. Pelaziman
operan adalah bentuk pembelajaran di mana konsekuensi-konsekuensi dari pelaku
menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. Merujuk
pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik makin
giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam
menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R adalah :
a. Kesiapan
(readiness). Kesiapan diidentifikasi berkaitan langsung dengan motivasi peserta
didik. Kesiapan itu harus ada pada diri guru dan peserta didik. Guru harus
benar-benar siap mengajar dan peserta didik benar-benar siap menerima pelajaran
dari gurunya. Sejalan dengan itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu
disiapkan secara baik dan seksama.
b. Latihan
(exercise). Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara
berulang oleh peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan antara S
dengan R makin intensif dan ekstensif.
c. Pengaruh
(effect). Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dan R akan
meningkatkan kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik
sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh peserta
didik dirasakan langsung oleh mereka dalam dunia kehidupannya. Kaidah atau
prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan kemampuan guru
menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan, hukuman dan ganjaran.
Oleh
karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan dengan
pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh Ivan Pavlov (dalam Abdul, 2014 : 226),
teori asosiasi biasanya menambahkan teori belajar sosial (sosial learning) yang
dikembangkan oleh Bandura.
Menurut
Bandura (dalam Abdul, 2014 : 226), belajar terjadi karena proses peniruan
(imitation). Kemampuan peserta didik dalam meniru respons menjadi pengungkit
utama aktivitas belajarnya. Ada empat konsep dasar teori belajar sosial (sosial
learning theory) dari Bandura.
a. Pemodelan
(modeling), di mana peserta didik belajar dengan cara meniru perilaku orang
lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain) dan pengalaman vicarious
yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain itu.
b. Fase
belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model (attentional),
mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention),
menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction), dan motivasi
(motivation) ketika peserta didik berkeinginan mengulang-ulang perilaku model
yang mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan.
c. Belajar
vicarious, di mana peserta didik belajar dengan melihat apakah orang lain
diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu.
d. Pengaturan
diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati, mempertimbangkan,
memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri.
Teori
asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan
motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari
pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini, peserta didik akan melakukan
peniruan terhadap apa yang nyata diobsevasinya dari kinerja guru dan temannya
di kelas.
Aplikasi
pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta
didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
a. Guru
menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan
kurikulum.
b. Guru
tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru
adalah memberi instruksi singkat tetapi jelas dengan disertai contoh-contoh,
baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
c. Bahan
pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang
sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
d. Kegiatan
pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
e. Setiap
kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.
f. Perlu
dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan atau pelaziman.
g. Evaluasi
atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
h. Guru
mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan
pembelajaran perbaikan.
2)
Cara
Bernalar
Terdapat
dua cara bernalar yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran
induktif merupakan cara menalar dengan menarik kesimpulan dari fenomena atau
atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara
induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat
nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum.
Kegiatan bernalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi indrawi
atau pengalaman empirik.
Penalaran
deduktif merupakan cara menalar dengan menarik kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara
kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Ada
tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis,
silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif terdapat premis, sebagai
proposisi menarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Kesimpulan secara langsung ditarik
dari satu premis, sedangkan kesimpulan tidak langsung ditarik dari dua premis.
4.
Mengolah
Pada
tahapan mengolah ini, peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara
kolaboratif. Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan dan fungsi guru lebih
bersifat direktif atau manajer belajar. Sebaliknya, peserta didiklah yang harus
lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah
pribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka
berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru.
Dalam
situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling
menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara
semacam ini akan tumbuh rasa aman sehingga memungkinkan peserta didik
menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Peserta
didik secara bersama –sama, saling bekerja sama, saling membantu mengerjakan
hasil tugas terkait dengan materi yang sedang dipelajari (kegiatan elaborasi).
Hasil tugas dikerjakan bersama dalam satu kelompok untuk kemudian
dipresentasikan atau dilaporkan kepada guru.
5.
Mencoba
Untuk
memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, siswa harus mencoba atau
melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada
mata pelajaran IPA misalnya, siswa harus memahami konsep-konsep IPA dan
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Siswa
pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang
alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi
mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk
ini adalah :
1) Menentukan
tema atau topik sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) menurut kurikulum;
2) Mempelajari
cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan;
3) Mempelajari
dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen yang sebelumnya;
4) Melakukan
dan mengamati percobaan;
5) Mencatat
fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;
6) Menarik
simpulan atas hasil percobaan; dan
7) Membuat
laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar
pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka :
1) Guru
hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan siswa;
2) Guru
bersama siswa mempersiapkan perlengkapan
yang dipergunakan;
3) Guru
perlu memperhitungkan tempat dan waktu;
4) Guru
menyediakan kertas kerja untuk mengarahkan kegiatan siswa;
5) Guru
membicarakan masalah yang akan dijadikan percobaan;
6) Membagi
kertas kerja kepada siswa;
7) Siswa
melaksanakan percobaan dengan bimbingan guru; dan
8) Guru
mengumpulkan hasil kerja siswa dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu di
diskusikan secara klasikal.
Kegiatan
pembelajaran (dalam Abdul, 2014 : 232) dengan mencoba dilakukan melalui tiga
tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan mencoba
yang dimaksudkan yaitu :
a. Persiapan
a) Menetapkan
tujuan percobaan
b) Mempersiapkan
alat dan bahan
c) Mempersiapkan
tempat percobaan sesuai dengan jumlah siswa serta alat atau bahan yang
tersedia. Disini guru perlu menimbang apakah siswa akan mencoba secara serentak
atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran.
d) Mempertimbangkan
masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari resiko
yang mungkin timbul.
e) Memberikan
penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapan-tahapan yang harus
dilakukan siswa, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan.
b. Pelaksanaan
a) Selama
proses mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Disini
guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang
dihadapi oleh siswa agar kegiatan itu berhasil dengan baik.
b) Selama
proses mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan,
termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat
kegiatan pembelajaran.
c. Tindak
Lanjut
a) Siswa
mengumpulkan laporan hasil percobaan kepada guru.
b) Guru
memeriksa hasil percobaan siswa.
c) Guru
memberikan umpan balik kepada siswa atas hasil percobaan yang telah
dilakukannya.
d) Guru
dan siswa mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama percobaan.
e) Guru
dan siswa memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan.
6.
Menyimpulkan
Abdul
(2014 : 233) menyebutkan bahwa kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari
kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok,
atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan
mengolah informasi.
7.
Menyajikan
Hasil
tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara koloboratif dapat disajikan
dalam bentuk laporan tertulis dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan
untuk portofolio kelompok dan atau individu, yang sebelumnya dikonsultasikan
terlebih dulu kepada guru. Pada tahapan ini kendati tugas dikerjakan secara
berkelompok, tetapi sebaiknya hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing
individu sehingga portofolio yang dimasukkan ke dalam file atau map peserta
didik terisi dari hasil pekerjaannya sendiri secara individu.
8.
Mengkomunikasikan
Pada
kegiatan akhir diharapkan peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan
yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara
individu dari hasil simpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan
mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar peserta didik
mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau
ada yang harus diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi
sebagaimana pada Standar Proses.
Indikator
yang tergolong mengkomunikasikan hasil menurut Samatowa (dalam Faisal, 2014 :
70) antara lain :
a. Menyampaikan
dan mengklarifikasikan ide/gagasan dengan lisan maupun tulisan.
b. Membuat
catatan hasil observasi dalam percobaan.
c. Menyampaikan
informasi dalam bentuk grafik, chart, atau tabel.
d. Memilih
alat komunikasi yang cocok agar mudah dipahami oleh orang lain.
2.5
Contoh Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran
Berikut ini akan diberikan contoh
penerapan pendekatan saintifik (dalam Faisal, 2014: 71) mengikuti langkah –
langkah yang sesuai.
Kelas : I
Tema : Diriku
Sub
tema : aku dan teman baru
KD-KD
yang ingin dikembangkan antara lain adalah:
PJOK :
mempraktikkkan pola gerak dasar menipulatif yang dilandasi konsep gerak dalam
berbagai bentuk permainan sederhana atau permainan tradisional.
SBDP
: Menggambar ekspresi dengan mengolah garis, warna, dan bentuk berdasarkan
hasil pengamatan di lingkungan sekitar.
Bahasa Indonesia
: menyampaikan teks cerita diri/ personal tentang keluarga secara mandiri dalam
bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapt di isi dengan kosa kata bahsa daerah
untuk membantu penyajian.
PPKN:
melaksanakan tata tertib di rumah dan di sekolah
Pada
buku guru kelas 1 tema “diriku” dan sub tema “aku dan teman baru”, dituliskan
beberapa langkah yang dilakukan guru antara lain :
1. Siswa
diajak untuk saling berkenalan melalui sebuah permainan lempar bola dan
menjelaskan aturan bermainnya yaitu siswa diminta melingkar ( boleh duduk atau
berdiri).
2. Permainan
dimulai dari guru dengan memperkenalkan diri, “selamat pagi, nama saya ibu/
bapak …. Nama panjang… biasa dipanggil ibu/ bapak…..kemudian, melempar bola
pada salah satu siswa (hindari pelemparan bola dengan keras).
3. Siswa
yang berhasil menangkap bola harus menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan.
Kemudian, dia melempar kepada teman lain. Teman yang menangkap lemparan bola,
menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan.
4. Demikian
seterusnya hingga seluruh siswa memperkenalkan diri.
Sumber:
buku guru kelas 1 tema“diriku”dan sub tema “ aku dan teman baru”, kemendikbud, 2013.
Langkah
– langkah pembelajaran seperti ini terlihat kurang menggambarkan pendekatan
saintifik. Karena itu, kita dapat mengembangkan lebih lanjut langkah – langkah
kegiatan pembelajaran ini dengan mengembangkan pendekatan saintifik. Kita
menambahkan beberapa kegiatan baru sehingga pendekatan saintifik lebih tampak.
Slaah satu caranya adalah sebagai berikut :
Contoh
kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik.
Keterampilan saintifik
|
Kegiatan pembelajaran oleh siswa
dan guru
|
Mengamati
|
1.
Beri siswa tiga gambar wajah,
yang satu gambar wajah tertawa lebar, satu gambar wajah tersenyum, dan gambar
wajah bersedih.
2.
Beritahukan bahwa kita akan berkelompok
dan bermain lempar bola.
3.
Buetlah aturan main sebagai
berikut :
a. Melemparnya bagus,
dan diterima dengan baik angkat gambar
wajah tertawa lebar.
b. Melemparnya bagus
tapi tidak diterima angkat gambar
wajah tersenyum.
c. Melemparnya
jelek angkat gambar wajah
cemberut.
4.
Selanjutnya bentuk kelompok yang
masing – masing beranggotakan sebanyak 6 orang.
5.
Satu orang ditugaskan melempar
bola sebanyak 5 kali, dan satu orang lain ditungaskan sebagai penangkap. Satu
orang ditugaskan untuk mengamati dan mencatat berapa banyak orang yang
mengangkat bendera tertawa lebar, tersenyum , dan cemberut.
|
Menanya
|
1.
Gur meminta seluruh siswa
berkumpul.
2.
Guru kemudian menanyakan”apakah
cara menangkap bola menentukan mudah tidaknya bola itu ditangkap?”.
3.
Setelah siswa besepakat bahwa
cara melempar itu mempengaruhi mudah tidaknya bola ditangkap, minta siswa
untuk menulis atau mengajukan secar lisan perntanyaan dengan paduan berikut “
manakah dari dua cara melempar berikut (“melempar dengan awalan tangannya berada
di belakang kaki” atau “melempar dengan awalan tangannya sejajar dengan kaki”
yang ………….”
|
Menalar
|
1.
Setelah setelah para siswa
melengkapi pertanyaan tersebut seperti berikut: “manakah dari dua cara
melempar berikut (“melempar dengan awalan tangannya berada dibelakang kaki”
atau “melempar dengan awalan tangannya sejajar denagn kaki” yang LEBIH MUDAN
DITANGKAP?”, guru mengajak siswa untuk bernalar tentang apa yang harus
dilakukan agar pertanyaan itu dijawab.
2.
Guru mengarahkan agar para siswa
sepakat untuk diadakan percobaa dimana dua orang menjadi model (satu orang
melempar dan satu orang menangkap), dan yang lain menjadi pengamat untuk
memberikan saran bagaimana melempar yang seharusnya terjadi.
|
Mencoba
|
1.
Guru menyediakan dua pilihan
dugaan”melempar dengan awalan tangan dibelakang kaki lebih mudah ditangkap
bolanya” dan “melempar dengan awalan tangan sejajar kaki lebih mudah
ditangkap”.
2.
Sambil membaca dan memodelkan,
guru meminta siswa memilih mana yang menjadi dugaan mereka.
3.
Guru meminta siswa berada dalam
kelompok kecil, di mana satu orang bertugas untuk melempar bola dengan dua
gaya tersebut berkali – kali, satu orang bertugas menerima, satu siswa
mencatat mana yang mudah ditangkap dan mana yang sulit ditangkap.
4.
Guru meminta siswa untuk
menganalisis percobaannya dan mengambil simpulan apakah dugaannya benar atau
salah.
5.
Guru kemudian memberikan gambar
cara melempar (sudah ada dua cara tetapi masih dalam bentuk buram) dan siswa
diminta untuk menebalkan buram yang sesuai dengan simpulan percobaannya, serta
menghiasnya dengan warna warni yang menarik.
|
Mengkomunikasikan
|
1.
Gur meminta siswa untuk
melaporkan percobaan dan simpulan yang diperoleh dengan cara menjelaskan di
depan kelas.
2.
Guru mendorong siswa lain
megajukan pertanyaan, komentar, kritik atau saran.
3.
Guru memodelkan lagi cara
melempar, dan mengakhiri dengan membuat simpulan yang mengkorfirmasi
bagaimana cara melempar yang baik diantara dua cara tersebut.
|
Sumber
: panduan teknis pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik di
sekolah dasar kemendikbud, 2013.
Berdasarkan
langkah – langkah diatas, pendekatan saintifik tampak lebih jelas. Meskipun
focus penggunaan pendekatan saintifiknya adalah untuk pencapaian KD PJOK, akan
tetapi, dengan membelajarkan seperti itu , pada saat bersamaan siswa telah
berlatih mengikuti aturan main, yang berarti KD PPKN. Siswa juga diminta untuk
belajar SBDP dengan melukis/ menebalkan, dan belajar KD bahasa Indonesia dengan
menjelaskan karyanya kepada siswa lain. Siswa bercerita tentang teks dirinya,
terutama tentang teks hasil kerjanya kepada siswa lain.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah :
1. Pendekatan
saintifik merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran dengan
menitikberatkan pada penggunaan metode ilmiah dalam proses pembelajaran.
2. Pembelajaran
berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan
pendekatan non-ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memiliki
kriteria tertentu dan harus terhindar dari nilai-nilai non-ilmiah.
3. Peristiwa
belajar terdiri dari sembilan peristiwa mengajar yang semuanya dibutuhkan untuk
semua proses pembelajaran dan hasil pembelajaran di mana peristiwa ini
dimaksudkan untuk meningkatkan transfer pengetahuan atau informasi.
4. Langkah-langkah
pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan menyajikan serta mengkomunikasikan.
5. Contoh
penerapan pendekatan saintik dalam pembelajaran harus mengikuti langkah-langkah
yang sesuai.
3.2
Saran
1. Sebaiknya
seorang pendidik harus mampu memahami dan menerapkan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran.
2. Seorang
pendidik seharusnya mampu menjadikan pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah
menjadi pembelajaran yang efektif sehingga tujuan pembelajaran pun akan
tercapai.
3. Seorang
pendidik seharusnya memahami semua peristiwa mengajar yang semuanya dibutuhkan
untuk meningkatkan transfer pengetahuan atau informasi peserta didik.
4. Seorang
pendidik seharusnya mampu menggunakan setiap langkah pada pendekatan saintifik
dengan benar.
5. Seorang
pendidik seharusnya mampu mengaplikasikan contoh penerapan pendekatan saintifik
dengan mengikuti langkah-langkah yang sesuai.
ijin kopi beberapa bagian tulisannya ya..makasih,,
BalasHapusdaftar pustaka nya tidak ada
BalasHapus